Kumpulan Budak Setan
(Gramedia Pustaka Utama, 2010)
Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, Ugoran Prasad
About Kumpulan Budak Setan in English
Eka Kurniawan
Penjaga Malam
Taman Patah Hati
Riwayat Kesendirian
Jimat Sero
Intan Paramaditha
Goyang Penasaran
Apel dan Pisau
Pintu
Si Manis dan Lelaki Ketujuh
Ugoran Prasad
Penjaga Bioskop
Hantu Nancy
Topeng dan Darah
Hidung Iblis
Kumpulan Budak Setan, kompilasi cerita horor Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad, adalah proyek membaca ulang karya-karya Abdullah Harahap, penulis horor populer yang produktif di era 1970-1980an. Dua belas cerpen di dalamnya mengolah tema-tema khas Abdullah Harahap — balas dendam, seks, pembunuhan — serta motif-motif berupa setan, arwah penasaran, obyek gaib (jimat, topeng, susuk), dan manusia jadi-jadian.
Kupejamkan kembali mataku dan kubayangkan apa yang dilakukannya di balik punggungku. Mungkin ia berbaring telentang? Mungkin ia sedang memandangiku? Aku merasakan sehembus napas menerpa punggungku.
Akhirnya aku berbisik pelan, hingga kupingku pun nyaris tak mendengar:
“Ina Mia?”
(“Riwayat Kesendirian,” Eka Kurniawan)
Jilbabnya putih kusam, membingkai wajahnya yang tertutup bedak putih murahan – lebih mirip terigu menggumpal tersapu air – dan gincu merah tak rata serupa darah yang baru dihapus. Orang kampung tak yakin apakah mereka sedang melihat bibir yang tersenyum atau meringis kesakitan.
(“Goyang Penasaran,” Intan Paramaditha)
“Duluan mana ayam atau telur,” gumam Moko pelan. Intonasinya datar sehingga kalimat itu tak menjadi kalimat tanya. Laki-laki yang ia cekal tak tahu harus bilang apa, tengadah dan menatap ngeri pada pisau berkilat di tangannya. Moko tak menunggu laki-laki itu bersuara, menancapkan pisaunya cepat ke arah leher mangsanya. Sekali. Sekali lagi. Lagi.
Darah di mana-mana.
(“Hidung Iblis,” Ugoran Prasad)
Dalam Kumpulan Budak Setan, sembari mengolah konvensi genre horor, kami juga memandang horor sebagai moda yang dipertukarkan di berbagai ranah, dari panggung politik hingga kehidupan sehari-hari. Horor tak melulu soal hantu, tetapi ruang liyan yang menciptakan kemungkinan runtuhnya “realitas” yang seharusnya, tatanan yang kita percaya. Horor beroperasi tak hanya dalam cerita setan, tapi juga dalam retorika politik (misalnya saja penggunaan moda horor dalam film sejarah Pengkhianatan G30S/PKI, atau, di tataran global, narasi seputar peristiwa 9/11) maupun hubungan personal dan sosial yang sepintas lalu tak berbahaya.
Media/ review
“Best enjoyed at Midnight.” Whiteboard Journal (Oct 2011).
“Bangkitnya Abdullah Harahap dari Kubur.” Tempo, 20 September 2010.
“Pembacaan Ulang Pengarang Stensilan” (Jawa Pos, 28 April 2010).
“Membaca Ulang Horor Abdullah Harahap” (Gatra, 10 Maret 2010).
“Interupsi Horor Budak Abdullah Harahap” (Media Indonesia, 8 Maret 2010).
“Melacak Jejak Horor Abdullah Harahap” (Suara Merdeka, 5 Maret 2010).
“Budak Setan Menafsir Horor” (Koran Tempo, 23 Februari 2010).
Diskusi
Peluncuran dan diskusi buku di Salihara
Diskusi buku di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Lain-lain tentang Kumpulan Budak Setan
Kumpulan Budak Setan di Goodreads